Selain pertumbuhan bisnis secara organik dan sejalan dengan visi BRI menjadi The Most Valuable Banking Group In Southeast Asia & Champion Of Financial Inclusion, BRI juga terus melakukan pengembangan bisnis melalui pertumbuhan anorganik.
Sunarso mengungkapkan bahwa selama pandemi, setidaknya BRI telah melakukan 3 aksi korporasi besar. Pertama, melalui konsolidasi bank syariah Indonesia. Dimana saham BRI Syariah mengalami peningkatan hingga 4 kali lipat, dari sebelum konsolidasi sekitar Rp. 500,- saham BRIS naik mencapai kisaran harga Rp. 3.000,-.
Kedua adalah anak usaha di bidang asuransi jiwa, BRI Life. Pihaknya menjelaskan bahwa valuasi BRI Life telah meningkat mencapai Rp 7,5 triliun di tahun 2021, dimana BRI sebelumnya mengakuisisi BRI Life dengan nilai Rp 1,6 triliun di tahun 2015. Di luar itu, BRI masih mendapatkan extra cash berupa access fee sebesar Rp 4,4 triliun yang dibayar secara bertahap di tahun 2021-2024.
Ketiga, Sunarso menjelaskan bahwa BRI telah melakukan aksi korporasi penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau Rights Issue dalam rangka pembentukan ekosistem ultra mikro. Total nilai Right Issue BRI mencapai Rp 95,9 triliun, yang terdiri dari Rp 54,7 triliun dalam bentuk partisipasi non tunai pemerintah berupa inbreng saham Pegadaian dan PNM, Rp 41,2 triliun dalam bentuk cash proceed dari pemegang saham publik.
Pencapaian tersebut menjadikan Rights Issue BRI menorehkan sejarah sebagai Rights Issue terbesar di kawasan asia tenggara, menduduki peringkat ke-3 Rights Issue di Asia dan nomor 7 di seluruh Dunia.
“Maka kita makin memaknai bahwa perusahaan anak itu ada karena untuk menjalankan fungsi dalam rangka value creation terhadap BRI Group. Perusahaan anak setidaknya kita fungsikan, kita perankan untuk men-diversifikasi income. Yang kedua adalah melakukan spreading risk, supaya resiko kita tidak menumpuk di satu item-item. Dan kemudian yang terakhir rasanya kita sadari ialah untuk memperkuat dan memperluas customer base,” papar Sunarso.
Konsolidasi dengan entitas usaha diperkuat untuk mewujudkan visi BRI menjadi Champion of financial inclusion pada 2025. Sembilan anak perusahaan yang terkonsolidasi dengan BRI, kata Sunarso, tengah meningkatkan integrasi dalam rangka menambah value added seluruh produk BRI Group.
Di samping itu, BRI juga terus melakukan transformasi manajerial dan kultur agar dapat meningkatkan tata Kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). Penerapan praktik GCG ini salah satunya tercermin dari pengukuran-pengukuran yang dilakukan pihak independen. Sunarso memberikan apresiasi kepada seluruh Insan BRILian atas pencapaian CGPI (Corporate Governance Perception Index) yang telah bekerja dengan governance yang baik, sehingga saat ini indeks CGPI BRI menjadi yang tertinggi di antara seluruh BUMN.
Dalam semangat BRIVolution 2.0 yang saat ini berlangsung, Sunarso menekankan pentingnya efisiensi organisasi sekaligus kultur agility. “Organisasi di BRI harus punya agility yang tinggi, maka kemudian hierarki kita sederhanakan menjadi lebih flat dan lebih agile”, tambahnya.
Dalam perjalanan ke-126 ini, BRI terus menaruh atensi terhadap isu-isu krusial, salah satunya Environment, Social and Governance (ESG). Unit khusus akan dibentuk BRI di usianya ke-126 ini sebagai bukti keseriusan BRI dalam mengakomodasi penerapan ESG dalam operasional bisnis perseroan.
“Kemudian juga mengikuti perkembangan di luar bahwa semua investor, semua pemegang saham, semua stakeholder sangat concern terhadap masalah ESG. Kemudian kita juga harus menyesuaikan organisasi kita supaya menunjukkan bahwa kita juga commit dan kita concern terhadap pengelolaan ESG itu, dan ini adalah bagian-bagian dari transformasi,” tutup Sunarso.(AP)