Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan peningkatan kapasitas tentang bagaimana meningkatkan cakupan, kualitas dan pemerataan konseling gizi ibu dan pengasuh bayi atau balita,” kata dr. Purwanti.
Dokter Purwanti menegaskan bahwa konseling idealnya mencakup remaja putri dan wanita usia subur dalam tiga periode: prakonsepsi (bagi mereka yang merencanakan kehamilan); kehamilan; dan setelah melahirkan (setidaknya enam bulan setelah melahirkan). Namun untuk pelatihan kali ini, materi konseling berfokus pada masa kehamilan dan masa pengasuhan bayi/balita.
“Konseling adalah salah satu bentuk komunikasi antar pribadi yang membantu mempengaruhi individu untuk mengadopsi dan memelihara praktik positif. Konseling gizi ibu, bayi, dan balita merupakan salah satu proses interaktif antara penyedia layanan, seorang wanita, dan keluarganya selama informasi tersebut dibagikan dan dukungan diberikan agar wanita tersebut, pengasuh, dan keluarganya dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk memperbaiki gizi dirinya dan anaknya,” jelas dr. Purwanti.
Dokter Purwanti berharap selama pelatihan peserta memperoleh penyegaran ilmu sehingga memperkaya pengetahuan untuk peningkatan dan pengembangan kapasitas tenaga kesehatan di puskesmas dan kader posyandu di desa masing-masing. Pelatihan juga diharapkan dapat meningkatkan cakupan dan mutu penyuluhan gizi sebelum dan selama kehamilan, menyusui, dan pengasuhan anak sampai dengan 2 tahun serta 5 tahun.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, dr.Tjokorda Istri Sri Febrian S, dalam sambutannya menegaskan tentang pentingnya pendataan dan analisis data yang baik oleh tenaga kesehatan di lapangan. Dikatakan bahwa Kabupaten Kupang menargetkan untuk menurunkan angka stunting sebesar 14% pada tahun 2024. Untuk mencapai target ini diperlukan kerja keras dan kerja sama lintas sektor.
Sejauh ini pelayanan posyandu telah berjalan dengan baik, seperti penimbangan berat untuk bayi balita, namun yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan gizi di mana data tersedia namun tidak ada asesmen dan analisa data. Sebagai contoh, tenaga kesehatan tidak hanya memasukkan data hasil timbangan anak, namun perlu juga menganalisa anak-anak yang timbangannya tidak naik dalam bulan berjalan.
“Dengan analisa tersebut dapat diketahui anak mana yang status gizinya buruk, gizi kurang dan seterusnya. Dari situ dapat ditelusuri penyebabnya, apakah pola makan yang salah, atau sanitasi yang tidak bersih. Selanjutnya perlu sweeping dengan mengajak masyarakat datang ke posyandu,” tambah dr.Febrian.
Dokter Febrian juga menekankan agar pemberian TTD pada ibu hamil perlu terus diperhatikan karena masih ada ibu hamil yang tidak dapat TTD. Gizi ibu hamil pun harus diperhatikan, dan ibu hamil tidak boleh mengalami anemia, dan jika Hb (hemoglobin) turun di bawah 8 g/dL, maka itu mempertaruhkan dua nyawa.
Terkait dengan pemberian vitamin A di Kabupaten Kupang, meskipun cakupan pemberian vitamin A sudah mencapai 97%, namun tenaga kesehatan harus tetap waspada karena meskipun bukan lagi merupakan salah satu indikator percepatan penurunan stunting, pemberian vitamin A tetap penting untuk meningkatkan imunitas balita sehingga mencegah diare dan pneunomia.
Dokter Febrian mengharapkan peran aktif peserta selama pelatihan karena pengetahuan yang diperoleh sangat berguna bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada ibu hamil dan balita di wilayah masing-masing. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Nutrition International untuk komitmen dalam mendukung upaya percepatan penurunan angka stunting melalui program BISA.
Pelatihan ini dilakukan secara daring dan luring, dan peserta dibagi ke dalam dua kelas yang masing-masing terdiri dari 25 orang. Semua peserta, narasumber, dan panitia menerapkan protokol kesehatan secara ketat termasuk persyaratan hasil rapid test antigen yang negatif.(Fdz)