Desa yang dulu tak digarap, padahal memiliki banyak potensi sumberdaya alam baik pertanian dan perkebunan, serta kaya akan sumber daya alam laut, kini mulai digarap oleh Bank NTT.
“Festival Desa Binaan ini untuk menuntun kehidupan masyarakat desa ke arah yang lebih sejahtera, meningkatkan perekonomian masyarakat perdesaan, mewujudkan kemandirian masyarakat desa,” tegas Alex, demikian dia biasa disapa.
Tamatan Fakultas Hukum Undana Kupang ini menambahkan, keunggulan lain iven ini yakni meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat desa yang Multiply Effect, menciptakan Desa Binaan yang mandiri dan berbasis digital, sentralisasi produk perbankan baik itu produk Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Kredit dan juga menjadi pusat informasi potensi unggulan di daerah tersebut.
“Nah dalam festival ini masyarakat dilatih dan didampingi hingga berhasil dalam pengolahan, packaging hingga pemasaran produk lokal unggulannya. Kita bantu mereka dalam proyeksi karya intelektual, yakni bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM NTT, untuk pembuatan hak atas kekayaan intelektual. Juga ada indikasi geografis sehingga dari sisi legalitas, ada pengakuan oleh negara,” ujar Alex lagi.
Di sektor pariwisata pun sama. Ada narasi yang dihadirkan untuk menjembatani pesan leluhur ke generasi berikutnya, narasi ini tercatat secara digital, dan siapapun yang ke lokasi, tinggal scan pada barcode yang disiapkan lalu dengan mudahnya mengikuti alur ceriteranya.
Diberitakan sebelumnya, adapun syarat utama iven ini yakni setiap Desa Binaan memiliki akses jalan ke lokasi terjangkau; Memiliki potensi ekonomi yang Multiply Effect pada masyarakat desa; Desa tersebut memiliki keragaman usaha; Produk yang dijual merupakan hasil produktifitas masyarakat setempat; Transaksi penjualan produk dan jasa berbasis elektronifikasi dengan menggunakan produk-produk bank NTT (Menggunakan QRIS); Desa Binaan atau produk yang dihasilkan ter-elektronifikasi memuat cerita/history desa dan produk-produk yang dipasarkan (dalam bentuk barcode); Produk yang dijual wajib dikemas dengan branding bank NTT; Memiliki Lopo Dia Bisa yang dijadikan tempat usaha dan juga sebagai media informasi potensi unggulan yang ada di daerah tersebut; Memiliki Agen Dia Bisa minimal 50% dari pelaku ekonomi yang ada di desa tersebut. Dan yang tidak kalah penting, diharapkan dari kegiatan-kegiatan ini berdampak pada peningkatan PAD desa maupun kabupaten/kota setempat.
Sementara, Bank NTT melibatkan kalangan akademisi dan profesional sebagai dewan juri. Mereka diantaranya: Dr. Intiyas Utami,SE.,M.Sc.,Ph.D (Unsur Akademisi, Guru Besar UKSW Salatiga dan Staff Khusus Gubernur NTT bidang Ekonomi dan Akuntabilitas Publik), Prof. Dr. Daniel Kameo,Ph.D (Unsur Akademisi, Guru Besar UKSW Salatiga dan Staff Khusus Gubernur NTT bidang Pembangunan dan Ekonomi), Pius Rengka (Staf Khusus Gubernur), Handrianus Paulus Asa (Regulator/Bank Indonesia), I Ketut Oka Widisa (Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan NTT), James Adam (Unsur Akademisi, Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia NTT), Ni Dewa Agung Ayu Sri Liana Dewi (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang), Alexon Lumba, SH., M.Hum (Kadis Pendapatan dan Aset Daerah NTT), Johny Lie Rohi Lodo SH (Dinas Parekraf NTT), Tamran Ismail, S.Si., MP (Kepala Kantor Balai POM NTT), Bobby Lianto, MM., M.Ba (Ketua KADIN NTT) dan Stanley Boymau (Media Consulting Bank NTT). (Humas Bank NTT)