Kupang, NTTPedia.id,- Tidak ada yang menyangka jika dari kampung bernama Mapipa di Sabu Raijua, akan lahir tunas baru yang bikin bangga bukan hanya Rai Hawu tapi juga Indonesia. Namanya Briptu Miha Israel Abysakh Ara Riwu. Sapaan akrabnya Ara. Dia adalah putra dari Djibrael Ara Riwu dan Martha Dimu. Anak bungsu dari lima bersaudara ini sudah terbiasa hidup dalam kesederhanaan, tapi kaya akan nilai keteguhan dan harapan.
Langkahnya dimulai dari SD Negeri Fontein 1, berlanjut ke SMP Negeri 1 Kota Kupang, dan kemudian SMK Negeri 2 Kupang jurusan listrik. Ara tumbuh dengan impian menjadi yang lain, namun takdir berkata membawanya pada pengabdian yang berbeda. Dari kegagalan, ia belajar satu hal penting bahwa setiap pintu yang tertutup, selalu menyimpan celah untuk cahaya masuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jalan hidup Ara kemudian membelok ke arah lain, namun tetap di jalur pengabdian. Ia meniti karier di Kepolisian Republik Indonesia, tepatnya di Direktorat Reserse Kriminal Umum Subdit 3 Jatanras Polda NTT. Di sanalah semangatnya mengakar — sebuah tempat di mana keberanian diuji bukan hanya lewat senjata, tapi lewat hati yang teguh menjaga keadilan.
Ketika kesempatan datang untuk mengikuti seleksi penugasan internasional, Ara melangkah dengan keyakinan. Ia melewati tahap demi tahap. Tes CAT psikologi dan bahasa Inggris, kemudian tes lanjutan di Pusat Misi Internasional Polri — mulai dari menembak, mengemudi, kemampuan taktis, hingga penguasaan bahasa asing seperti Prancis dan Inggris. Dari ratusan yang mencoba, hanya 154 orang yang berhasil mencapai tahap pelatihan, dan dari jumlah itu, 140 personel terbaik dipilih untuk berangkat. Putra Sabu Raijua dari Kampung Mapipa itu ada di antara mereka.
Selama tujuh bulan pelatihan Pre Deployment Training (PDT), Ara ditempa bukan hanya secara fisik, tapi juga batin. Ia belajar bahwa menjadi bagian dari Formed Police Unit (FPU) di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bukan sekadar tugas—melainkan panggilan kemanusiaan.
Dalam keterangan resminya, Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali mengirimkan 140 personel Satuan Tugas Formed Police Unit (FPU) 7 MINUSCA untuk bertugas dalam misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Republik Afrika Tengah. Kontingen ini terdiri dari 115 polisi laki-laki dan 25 polisi wanita, yang akan bertugas menjaga keamanan serta mendukung stabilitas di wilayah konflik yang masih rentan terhadap eskalasi konflik.
Pengiriman pasukan ini merupakan bagian dari amanat konstitusi Indonesia dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian global.
“Berangkat atas dasar amanat konstitusi, misi ini mencerminkan komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia, dan nilai-nilai kemanusiaan, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945,”
Mereka telah resmi menyelesaikan pelatihan intensif yang dilaksanakan selama kurang lebih 7 bulan di Pusat Misi Internasional Polri, Serpong Banten juga mengikuti upacara tradisi pembaretan dan penyematan Brevet Kemampuan Peacekeepers Polri di Cikole, Lembang. Setelah ini, mereka siap menjalankan misi perdamaian dunia PBB di Republik Afrika Tengah, dalam tugas yang penuh tantangan Pasukan Garuda Bhayangkara tidak hanya membawa nama Polri, tetapi juga sebagai Duta Negara dalam mengemban kehormatan bangsa Indonesia di kancah internasional.
Dan kini, langkah Ara Riwu akan berlanjut ke Bangui, Republik Afrika Tengah, tempat di mana pasukan FPU Polri bertugas menjaga perdamaian, ketertiban, dan melaksanakan misi kemanusiaan dunia.
“Saya sangat bersyur kepada institusi tercinta dan bangsa Indonesia yang telah memberikan kepercayaan ini,” ujarnya dengan mata berbinar. Bagi Ara, penugasan ini bukan sekadar perjalanan ke negeri jauh, melainkan bentuk nyata dari doa-doa panjang keluarga yang membesarkannya dengan kasih dan ketulusan.
Sebelum terpilih dalam misi internasional, Ara pernah turut menjaga stabilitas negeri dalam pengamanan Pemilu 2019 di Jakarta selama dua bulan. Pengalaman itu mengajarinya tentang arti tanggung jawab dan kesetiaan pada tugas. Namun kini, medan pengabdiannya berpindah — dari hiruk pikuk ibu kota ke medan perdamaian dunia.
Di setiap langkahnya, Ara memegang teguh pesan yang lahir dari pengalaman hidupnya sendiri. Dia juga menitipkan pesan bagi generasi muda untuk tidak patah semangat dan tetap belajar dengan giat untuk meraih masa depan yang cemerlang.
“Jangan pernah malas belajar, karena ilmu adalah harta yang bisa membawa kita ke mana pun tanpa membebani kita.Selalu andalkan Tuhan dalam setiap proses, karena Dia memberi yang terbaik.Gunakan waktumu dengan bijak—apa yang kamu lakukan hari ini akan menentukan siapa dirimu lima sampai sepuluh tahun nanti. Berani berbeda. Dunia butuh anak muda yang berani berpikir dan bertindak untuk perubahan.Jangan menunggu kesempatan—ciptakan kesempatanmu sendiri,” pungkas Ara Riwu.
Kisah Ara bukan hanya tentang seorang polisi muda yang dikirim ke negeri jauh. Ini adalah kisah tentang keyakinan yang lahir dari tanah timur, tentang mimpi yang sempat tertunda namun tak pernah padam, tentang keberanian untuk melangkah meski jalan tak selalu pasti.
Di langit Bangui nanti, di bawah bendera biru PBB, nama Miha Israel Abysakh Ara Riwu, S.H akan menjadi bagian dari sejarah kecil bangsa—sebuah bukti bahwa anak muda dari ujung Indonesia pun bisa berdiri di panggung dunia, membawa nama negaranya dengan kepala tegak dan hati penuh syukur. (AP)