Natal: Bahagia bagi Sebagian

- Jurnalis

Selasa, 23 Desember 2025 - 09:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pengamat Pendidikan NTT yang juga Guru Besar Universitas Nusa Cendana Kupang, Prof. Drs. Tans Feliks, M.Ed., Ph.D, Foto: Fidelis Nong Nogor/Fortuna.press

Pengamat Pendidikan NTT yang juga Guru Besar Universitas Nusa Cendana Kupang, Prof. Drs. Tans Feliks, M.Ed., Ph.D, Foto: Fidelis Nong Nogor/Fortuna.press

Oleh Tans Feliks

(Dosen FKIP/Pascasarjana Undana)

 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Natal, peringatan Hari Kelahiran Yesus Kristus, kurang lebih 2025 tahun yang lalu, sejatinya, membawa kegembiraan bagi semua orang. Penulis lirik lagu Joy to the World, Isaac Watts, sekitar tahun 1719, dan aransemen melodinya oleh Lowell Mason, berdasarkan lagu “Antioch,” karya George Friedrich Handel, salah satu lagu natal paling top, menggambarkan kegembiraan itu secara sempurna,

 

Joy to the world. The Lord has come. Let earth receive her King. Let every heart prepare Him room. And heaven and nature sing; and heaven and nature sing.

 

Itu, tentu, bukan tanpa alasan. Apalagi bagi yang percaya, seperti saya, bahwa Dia 100% Tuhan dan 100% manusia. Yang percaya Dia hanya manusia biasa sekalipun, juga, bergembira karena Dia datang dan berhasil mengubah dunia secara menakjubkan.

 

Bukan dengan pedang, tetapi dengan kasih.Bukan dengan mengurbankan orang lain, tetapi dengan mengurbankan diri-Nya sendiri. Bahkan sampai mati. Mati di kayu salib. Palang penghinaan yang, karena Dia, menjadi tanda kemenangan: In hoc signo, vinces. Dengan tanda (salib) ini, engkau akan menang.

 

Itu, menurut tradisi Kristen, tanda salib yang dilihat Raja Kontanstinus Agung di langit sebelum pertempuran besar melawan musuhnya. Ketika tanda itu dikenakan, pasukannya menang. Secara sangat meyakinkan. Sejak itu, agama Kristen menjadi agama resmi Kerajaan Romawi.

 

In hoc signo, vinces. Dalam konteks Konstantinus Agung, itu kontroversial karena penggunaan salib, sejatinya, bukan soal perang. Bukan soal pedang. Apalagi soal senjata nuklir. Pemusnah massal.

Bukan. In hoc signo, vinces, dalam dirinya sendiri, adalah sebuah warta kegembiraan sejati. Dengan tanda penghinaan ini, engkau, kita semua, siapapun, akan menang.

 

Dalam konteks manusia yang rapuh, yang mortal, itu sulit dimengerti. Namun kenyataannya, memang, demikian. Tiada kasih yang paling indah selain kasih seseorang yang menyerahkan nyawa-Nya untuk orang yang dikasih-Nya. Itu sebabnya, sekali lagi, Natal membawa suka cita. Dia, yang lahir pada hari itu, datang dengan kasih yang paling indah. Kasih yang sulit tergambarkan dengan kata-kata yang paling indah sekalipun. Membiarkan diri-Nya dibunuh untuk orang yang dikasihi-Nya.

Baca Juga :  Gubernur NTT Berduka untuk Affan Kurniawan, Ingatkan Hindari Aksi Anarkis

 

Itulah kasih yang, kemudian, setelah kelahiran-Nya, menjadi hukum kasih yang diwartakan-Nya secara total. Kasihilah sesasamamu, seperti dirimu sendiri, siapapun dia, apapun latar belakangnya, apapun agamanya, apapun sukunya, apapun keadaannya! Kasihi dia! Titik. Pada titik itu, hukum mata ganti mata dihancurleburkan.

 

Demikian juga hukum gigi ganti gigi. Bagi Dia, menjadi a good Samaritan adalah praktik terbaik hidup di bumi yang fana ini dan, pada saatnya, nanti, menjadi salah satu tiket utama masuk kebahagiaan abadi bersama-Nya di surga: Mari, masuklah dalam kerajaan-Ku! Sebab pada saat Aku lapar di dunia, kau memberikan Aku makanan. Pada saat Aku mengalami kesulitan, kau membantu-Ku. Sebab Aku, kata Dia, sama dengan siapapun orang kecil, hina, miskin, dan terpinggirkan yang mengalami kesulitan hidup, yang kau jumpai sehari-hari di sekitarmu.

 

Itu, tentu saja, sangat menarik karena Dia tidak mengatakan, “Mari masuklah ke dalam kerajaan-Ku. Sebab setiap hari Minggu kau ke Gereja.”

 

Hukum kasih, yang diajarkan oleh Sang Bayi Natal itu, kurang lebih 2025 tahun yang lalu itu, sekali lagi, membuat kelahiran-Nya selalu membawa kegembiraan universal. Selalu menghadirkan joy to the world.

 

Namun, sayangnya, manusia, dalam ketidaksempurnaannya, dari abad ke abad, dari masa ke masa, tampaknya, sangat sulit menerima hukum itu. Apalagi untuk mempraktikkan hukum kasih yang dibawa sang Bayi Natal 2025 tahun yang lalu itu. Sangat sulit! Betulkah?

Baca Juga :  Melki Laka Lena: Demo Boleh, Rusuh Kita Tangkap

 

Betullah. Buktinya ini hingga kini: hukum gigi ganti gigi masih berlaku. Mata ganti mata masih berlaku. Bahkan jauh lebih kejam: satu mata diganti 1001 mata. Satu gigi diganti 1001 gigi. Kekerasan melahirkan kekerasan. Orang lain dikurbankan untuk memenuhi kepentingan sendiri sebagai pribadi, sebagai sebuah kelompok, sebagai sebuah suku, sebagai sebuah bangsa.

 

Hukum kasih absen. Akibatnya perang terjadi di banyak tempat, misalnya: di Ukraina; di Palestina; dan, bahkan, di halaman kita, Papua.

 

Juga kita, secara umum, gagal melihat Yesus, Bayi Natal itu, yang kelihatan dalam diri orang yang menderita. Rakyat (kecil), yang hina, tak pernah kita mampu pandang sebagai Yesus yang kelihatan di muka bumi ini. Kita, secara umum, melihat mereka hanya sebagai orang yang menderita kemiskinan: susah sandang, susah pangan, termasuk stunting, susah papan. Mereka bukan Yesus.

 

Di NTT, misalnya, per Maret 2025 ada sekitar 1,09 juta orang miskin. Hampir 2,5 kali jumlah penduduk Kota Kupang yang, pada pertengahan 2025 ini, berjumlah sekitar 405.949 jiwa. Seirama dengan itu, jumlah prevalensi pendertia stunting, penderita gizi buruk, di NTT dalam dua tahun terakhir sekitar 37%. Sangat tinggi.

 

Bagi mereka, Natal, rupanya, bukan joy. Bagi mereka, Natal, rupanya, bukan kegembiraan, seperti kata Isaac Watts dalam ririk lagunya Joy to the World yang sangat populer itu.

 

Bagi mereka, rupanya, itu hanya kegembiraan, rasa bahagia, bagi sebagian orang. Bukan bagi mereka.

 

Bisakah, dalam konteks NTT, dengan tingkat kemiskinan, stunting, yang tinggi, seperti yang disampaikan di atas, Gubernur Laka Lena membuat mereka juga bahagia karena mampu keluar dari kemiskinan, stunting, bukan hanya pada saat Natal, tetapi sepanjang hidupnya? Gubernur yang baik, sejatinya, bisa. Selamat Natal, Pak Gubernur!

Berita Terkait

Suharto: Pahlawan Nasional?
Urgensi Keadilan: Meminimalisir Kemiskinan Masyarakat NTT Dalam Terang Perspektif John Rawls
Peran Teknologi Maju dalam Bidang Kesehatan: Mengubah Masa Depan Pelayanan Medis
Opini : Mewujudkan Pemilu Ramah Disabilitas
Masa Depan Industri Minyak Bumi

Berita Terkait

Selasa, 23 Desember 2025 - 09:23 WIB

Natal: Bahagia bagi Sebagian

Sabtu, 8 November 2025 - 13:24 WIB

Suharto: Pahlawan Nasional?

Senin, 17 Juni 2024 - 15:16 WIB

Urgensi Keadilan: Meminimalisir Kemiskinan Masyarakat NTT Dalam Terang Perspektif John Rawls

Selasa, 4 Juni 2024 - 10:53 WIB

Peran Teknologi Maju dalam Bidang Kesehatan: Mengubah Masa Depan Pelayanan Medis

Minggu, 23 April 2023 - 21:08 WIB

Opini : Mewujudkan Pemilu Ramah Disabilitas

Berita Terbaru

Pengamat Pendidikan NTT yang juga Guru Besar Universitas Nusa Cendana Kupang, Prof. Drs. Tans Feliks, M.Ed., Ph.D, Foto: Fidelis Nong Nogor/Fortuna.press

Opini

Natal: Bahagia bagi Sebagian

Selasa, 23 Des 2025 - 09:23 WIB