Semau, NTTPedia.id,- Tanaman Kelor dulu hanyalah sekedar sayuran dan tanaman pembatas pagar. Kelor atau merungga (Moringa oleifera) adalah sejenis tumbuhan dari suku Moringaceae. Tanaman ini umum digunakan untuk menjadi pangan dan obat di Indonesia.
Namun kelor berubah dari sebatas sayuran atau pembatas pagar ketika Viktor Bungtilu Laiskodat mempopulerkan kelor sebagai salah tanaman untuk mengurangi angka Stunting di NTT yang kala itu sangat tinggi. Selain memiliki gizi tinggi, Viktor mengarahkan menanam kelor secara massal dalam konteks pemberdayaan dan peningkatan nilai pendapatan masyarakat.
Pada waktu itu Viktor Bungtilu Laiskodat menggelorakannya pada masa kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT. Ketika terpilih menjadi Gubernur, Viktor terus mengkampanyekan Kelor. Gayung bersambut, banyak kelompok masyarakat serta TNI Angkatan Darat (AD) serta beberapa instansi lainnya yang menanam dan melakukan pengolahan Kelor.
Kini kelor telah memberi manfaat bagi perekonomian serta pengentasan Stunting oleh pemerintah. Dalam catatan Dapur Kelor, yang mendapat manfaat dari tanaman kelor adalah mereka yang mengikuti arahan Viktor Bungtilu Laiskodat sejak awal memimpin.
Kelompok Kelor Semau merupakan salah satu kelompok masyarakat yang terlibat sejak awal dalam program Kelorisasi di NTT. UMKM yang digawangi oleh Tony Laiskodat ini terlibat dalam budidaya kelor semenjak Viktor menggelorakan Kelorisasi pada masa kampanye Pilgub NTT pada tahun 2018 yang lalu. UMKM yang terletak di Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil memproduksi olahan kelor menjadi tepung dan teh. Hasil produksinya bisa menghasilkan omzet mencapai ratusan juta rupiah.
” Ini Bermula ketika pasangan Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat – Josef A. Nai Soi gencar kampanyekan untuk menanam dan membudidayakan kelor, saya pun mulai menangkap peluang tersebut,” kata Toni Kepada sejumlah wartawan ketika berkunjung ke sentra budidaya dan pengelohan Kelor di Desa Otan, Jumat, 02/09/2022.
Peluang itu ditangkap dengan membentuk kelompok, serta mulai gencar mendorong warga untuk menanam kelor. Apalagi, kelor mudah untuk ditanam dan sangat cocok dengan tekstur tanah di Pulau Semau, serta memiliki segudang manfaat, terlebih menjadi asupan gizi penurun stunting.

Kelompok Kelor Semua kata Tony memilik 2 kelompok yang beranggota para pemuda dan ibu-ibu.
Tony mengaku, saat mulai menjalankan usaha pengolahan kelor dirinya bersama para anggota kelompok masih menggunakan peralatan manual. Namun beruntung, ketika sudah mulai berproduksi dan menghasilkan produk yang baik, UMKM Kelor Semau ini mendapat bantuan dari berbagai pihak.
“Kalau bantuan mesin dari Disperindag Provinsi NTT yang difasilitasi oleh Ibu Julie Sutrisno Laiskodat. Ada juga bantuan CSR dari PLN dan Pertamina,” jelas Tony Laiskodat.
Untuk pemasaran, sebelumnya UMKM Kelor Semau memasarkan berbagai produknya hanya melalui media sosial. Meski hanya melalui media sosial, namun permintaan terus berdatangan dari berbagai daerah. Produk Kelor Semau ini pun dikirim hingga ke luar NTT seperi Jakarta dan Surabaya.
Tony menjelaskan, lahan kelor yang diusahakan saat ini totalnya 4 hektare di 3 lokasi. Lokasi tersebut merupakan milik warga setempat. Sehingga, sebelum diproduksi menjadi serbuk dan teh, bahan mentahnya dibeli dari lahan tersebut dengan harga Rp5 ribu per kilogram.
“Daun kelor mentahnya awalnya dikeringkan melalui mesin pengering selama 3 hari. Selanjutnya, saat tidak ada kadar air dalam daunnya, kemudian dimasukan ke mesin pengepungan dan terakhir barulah mesin proses pengemasan,” jelasnya.
Menurut dia, untuk sekali produksi biasanya menggunakan bahan daun kelor sebanyak 40 kilogram, sesuai kapasitas mesin pengering. Dari 40 kilogram tersebut dapat menghasilkan 1.500 bungkus teh dan dalam bentuk serbuk/tepung per sekali produksi.
Dengan hasil produksi yang baik, dalam 3 bulan terkahir ini, UMKM Kelor Semau pun dilibatkan oleh Dekranasda NTT dalam penanganan stunting di Kabupaten Sabu Raijua. Sebanyak 2.200 bungkus teh kelor dan serbuk dibeli oleh Dekranasda NTT untuk dikirim ke Sabu Raijua.
“Kami sangat bersyukur karena program yang digagas Ibu Julie Sutrisno Laiskodat, juga turut melibatkan kami. Apalagi selama pandemi Covid-19, kami sedikit mengalami kendala,” jelasnya.
Tony mengaku, dalam beberapa waktu produksi ini, pendapatan yang diperoleh UMKM Kelor Semau sudah mencapai ratusan juta rupiah. Menurutnya, usaha yang dilakukan ini sangat membantu masyarakat. Apalagi masyatakat juga dilibatkan dalam budidaya kelor ini.
“Semoga program kelor ini bisa berkelanjutan, sehingga produksi yang kami jalankan tidak sebatas ini saja, tapi bisa berkembang lebih baik lagi,” pungkasnya.
Menurut catatan Dapur kelor, TNI AD melalui Korem Wirasakti 161 Kupang memiliki 36 sentra pengolahan Kelor. Sentra Pengelolaan itu tersebar di seluruh Kodim dan Koramil seluruh NTT. Data Dapur Kelor juga menyebutkan ada 14 Kelompok tani merupakan binaan Dekranasda NTT dan TP PKK provinsi di NTT.
Direktur PT. Moringa Wira Nusa sekaligus Founder Dapur Kelor, Ir. H Dedi Krisnadi mengatakan program Kelorisasi yang digaungkan oleh Gubernur NTT telah membawa dampak ekonomi bagi petani dan para pelaku UMKM.
Ia menjelaskan setiap bulan dari ada perputaran uang ratusan juta di masyarakat yang terlibat dalam program Kelorisasi.(AP)
Discussion about this post