Kupang, NTTPedia.id, – Entah sudah berapa kali warga provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi korban investasi bodong. Beberapa bulan sebelumnya ribuan orang NTT merugi milyaran rupiah dari aplikasi Riset Car yang berbasis di Amerika. Kini warga NTT kembali jadi korban dari aplikasi VIR yang menghasilkan uang sambil menjaga kebersihan lingkungan.
Aplikasi investasi daur ulang sampah ini menawarkankan keuntungan dengan menghimpun dana anggota. Jumlah yang disetor anggota bervariasi tergantung paket yang mau diambil. Disisi lain aplikasi ini juga menggunakan level kemitraan secara berjenjang layaknya multi level marketing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan hasil penelusuran, VIR Indonesia tidak terdaftar dan tidak diawasi oleh OJK. Saat ini aplikasi VIR menjadi bahan perbincangan diberbagai platform social media. Tak hanya di NTT, diberbagai kota di Indonesia, aplikasi ini diinformasikan sudah banyak makan korban.
Salah satu korban investasi bodong di Kita Kupang, LH mengatakan ia sudah mendapatkan banyak manfaat dari aplikasi tersebut sebelum scam. Ia setiap harinya menarik keuntungan dari aktivitas aplikasi ke rekening pribadinya.
” Tadi malam saya baru saja bayar pajak sejumlah 88 ribu. Semoga hari ini bisa cuan, “ujarnya kepada NTTPedia.id, rabu, 12/11/2025.
Meski sudah diinfokan sudah scam, LH masih berharap proses Withdrawal yang dilakukan akan berhasil.
Salah satu korban lainnya, TS sudah pasrah. Ia mengatakan aplikasi sudah mulai bermasalah sejak selasa, 11/11/2025 malam. Para pengelola mempersoalkan pajak yang harus dikirim oleh para anggota.
” sudah pasti scam, kaka. Ini bermasalah dari tadi malam. Mereka persoalkan pajak, ” jelasnya.
Ia mengaku tidak bisa mencairkan puluhan juta komisi yang menjadi haknya. Akibatnya Ia menderita kerugian yang cukup banyak. Kini apapun penjelasan dari pengelola aplikasi VIR Indonesia, TS sudah tidak percaya.
Disadur dari berbagai sumber, salah satu ciri utama aplikasi bodong adalah tidak terdaftar di lembaga resmi, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia (BI). Biasanya, aplikasi tersebut mengklaim memberikan keuntungan besar dalam waktu singkat, namun tidak mencantumkan alamat kantor yang jelas atau izin usaha yang dapat diverifikasi. Jika pengguna mencoba menelusuri izin usahanya, sering kali hasilnya nihil.
Ciri lain yang patut diwaspadai adalah skema keuntungan tidak masuk akal, misalnya menjanjikan imbal hasil tetap hingga puluhan persen per hari atau bonus besar hanya dengan mengundang teman. Modus seperti ini sering disebut skema ponzi atau piramida, di mana uang anggota baru digunakan untuk membayar keuntungan anggota lama.
Selain itu, aplikasi bodong kerap meminta pengguna untuk menyimpan uang di rekening pribadi atau dompet digital tertentu, bukan melalui sistem resmi perusahaan. Mereka juga sering kali tidak memiliki layanan pelanggan yang jelas, dan ketika pengguna mencoba menarik dana, aplikasi mendadak error atau tidak bisa diakses lagi.
Langkah paling aman sebelum menggunakan aplikasi finansial adalah memeriksa legalitasnya melalui situs resmi OJK (www.ojk.go.id) atau laporan konsumen di kanal seperti cekfintech.id. Jangan mudah tergiur dengan janji cepat kaya karena aplikasi resmi tidak pernah menjanjikan keuntungan tetap dalam waktu singkat. Edukasi digital menjadi benteng utama agar masyarakat tidak menjadi korban penipuan berbasis aplikasi.(sj)















