Kupang, NTTPedia.id,- Gagasan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena untuk menerapkan kebijakan Jam Belajar di Rumah Bersama Keluarga menuai beragam tanggapan di masyarakat. Pengamat pendidikan NTT, Prof. Drs. Tans Feliks, M.Ed., Ph.D, menilai kebijakan itu mengandung semangat baik, namun belum menyentuh akar persoalan mendasar dalam dunia pendidikan di NTT.
Menurut Guru Besar Universitas Nusa Cendana (Undana) Kuoang ini, mengatur jam belajar anak di rumah memang bisa menumbuhkan disiplin dan kebersamaan dalam keluarga, tetapi kualitas pendidikan sejatinya tidak bisa dibangun hanya melalui penetapan waktu belajar. Pendidikan yang bermutu, kata Felix, membutuhkan sistem yang lebih menyeluruh yaitu guru yang berkualitas, kurikulum yang relevan, sarana pembelajaran yang memadai, serta motivasi belajar yang tumbuh dari dalam diri anak-anak sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita tidak menolak ide jam belajar. Tapi pendidikan yang baik tidak bisa hanya diukur dari patuh atau tidaknya anak terhadap jadwal. Yang perlu diperkuat adalah sistemnya, bagaimana guru mengajar, bagaimana anak-anak dimotivasi, dan bagaimana kurikulum menyesuaikan bakat serta minat mereka,” ujarnya kepada NTTPedia.id di Kupang, Rabu (15/10/2025).
Ia menilai kebijakan yang menekankan pada aspek administratif berpotensi mengabaikan esensi pendidikan sebagai proses pembebasan dan pengembangan potensi diri. Menurutnya, anak-anak yang memiliki mimpi dan motivasi besar akan belajar dengan sendirinya, di mana saja dan kapan saja, tanpa perlu diatur waktunya. Sebaliknya, anak-anak yang kehilangan arah dalam belajar bukan karena malas, tetapi karena sistem pendidikan yang kurang memberi ruang bagi mereka untuk menemukan makna dan relevansi dari apa yang mereka pelajari.
“Pendidikan bukan semata soal waktu, tapi soal gairah belajar. Kalau anak punya mimpi besar dan tahu arah hidupnya, dia akan belajar secara total. Tapi kalau sistemnya kaku, pelajarannya tidak relevan, guru kurang menginspirasi, dan fasilitasnya terbatas, maka jam belajar pun tidak banyak berarti,” lanjutnya.
Prof. Felix menekankan bahwa persoalan terbesar pendidikan di NTT terletak pada kurikulum yang tidak kontekstual dan sarana belajar yang masih terbatas. Banyak anak didik, katanya, justru kehilangan semangat karena pelajaran yang diberikan tidak sesuai dengan bakat dan minat mereka.
“Kita harus berani benahi kurikulum agar anak-anak belajar sesuai potensi dan kebutuhannya. Kalau tidak, mereka belajar hanya karena terpaksa,” tegasnya.
Meski demikian ia tidak menolak semangat di balik gagasan Gubernur Melki Lakalena. Ia mengapresiasi upaya pemerintah untuk menghidupkan kembali peran keluarga sebagai fondasi pendidikan anak. Baginya, program Jam Belajar di Rumah dapat menjadi gerakan moral yang baik jika disertai dengan kebijakan yang lebih substansial di bidang pendidikan.
“Kalau jam belajar ini dimaknai sebagai upaya membangun budaya keluarga yang harmonis dan mendukung proses belajar, tentu patut diapresiasi. Tapi setelah itu harus ada langkah nyata untuk perbaikan kualitas guru, ketersediaan buku dan sarana, serta kurikulum yang lebih membebaskan anak-anak untuk tumbuh sesuai potensinya,” kata Felix.
Ia menutup pandangannya dengan pesan bahwa pendidikan sejati adalah proses membebaskan manusia, bukan sekadar mengatur perilakunya.
“Kita ingin anak-anak NTT tumbuh disiplin, tapi juga kreatif, mandiri, dan berpikir bebas. Pendidikan yang membebaskan, seperti dikatakan Paulo Freire, adalah pendidikan yang menyalakan kesadaran dan tanggung jawab, bukan sekadar mematuhi perintah,” tutup Prof. Felix Tans.
Dalam wawancara dengan NTTPedia.id, Gubernur NTT, Emanuel Mekiades Laka lena mengatakan gagasan jam belajar dirumah merupakan upaya untuk menempatkan keluarga sebagai fondasi utama pendidikan anak. Keterlibatan orang tua dalam aktivitas belajar di rumah diyakini mampu membentuk karakter, disiplin, dan semangat belajar sejak dini serta pondasi bagi kualitas sumber daya manusia NTT di masa depan.
Selain memperkuat peran keluarga, regulasi baru ini juga akan menata peran sekolah agar lebih efektif dan relevan. Pemerintah akan memastikan kompetensi guru terus ditingkatkan, sarana prasarana diperbaiki, serta metode pengajaran dibuat lebih menarik dan inspiratif.
Pelatihan bagi guru akan difokuskan pada kemampuan mentransfer ilmu pengetahuan, teknologi, karakter, moral, dan kewirausahaan. Upaya itu akan dibarengi dengan peningkatan ketersediaan buku dan bahan ajar berkualitas di setiap sekolah.
Gubernur juga menekankan pentingnya dukungan masyarakat termasuk tokoh agama, pemuda, perempuan, dan pelaku usaha agar turut aktif membangun lingkungan belajar yang kondusif dan berkarakter.(AP)















