Kupang, NTTPedia.id – Penyidik Subdit III/Tipikor Direktorat Reskrimsus Polda NTT telah menyelesaikan penanganan kasus tindak pidana korupsi pelaksanaan kegiatan subsidi kapal penyeberangan angkutan perintis lintas Kupang – Lewoleba, Kupang – Ende, Kupang – Kalabahi – Teluk Gurita – Ilewake – Kiser, pada Satuan Kerja (Satker) Pengembangan LLASDP TT Tahun 2014.
Penanganan kasus ini sesuai dengan laporan polisi nomor LP-A/04/VII/2015/Ditreskrimsus, tanggal 27 Juli 2015, diikuti dengan surat perintah penyidikan nomor: Sp–Sidik/125.k.1/VII/2025/Ditreskrimsus, tanggal 9 Juli 2025.
Tindak pidana korupsi ini terjadi pada Tahun Anggaran 2014 pada Satker Pengembangan LLASDP NTT TA 2014 dan PT Flobamor, yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Jaksa peneliti pada Kejaksaan Tinggi NTT menyatakan berkas perkara sudah lengkap atau P21, sesuai dengan surat Kejaksaan Tinggi NTT Nomor: B-2443A/N.3.5/Ft.1/06/2025 tanggal 26 Juni 2025 hal pemberitahuan hasil penyidikan perkara pidana atas nama Agus Suryansyah Ismail sudah lengkap (P-21).
Pada Senin (11/8/2025) kemarin, penyidik Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT melimpahkan tersangka beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang.
Pelimpahan dilakukan Kasubdit III/Tipikor, Kompol Dr I Kadek Hery C bersama AKP Jamari, Aiptu Agus Trimanto dan Bripka Ariyanto Sogen. Sedangkan tersangka dan barang bukti diterima oleh JPU, Fahmi yang juga Kepala Seksi Penuntutan pada Kejati NTT.
Sejumlah barang bukti yang ikut diserahkan penyidik Ditreskrimsus Polda NTT yakni dokumen kontrak dan sejumlah dokumen lain, yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, serta uang tunai sebesar Rp189.540.000.
Penyerahan tersangka Agus Suryansyah Ismail yang merupakan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Flobamor diawali dengan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit Bhayangkara Titus Uly Kupang.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra mengatakan, kerugian negara dalam perkara ini sesuai hasil audit BPKP Perwakilan NTT tanggal 1 Juli 2019, sebesar Rp7.461.198.555.
“Penyerahan tahap II ini menunjukkan keseriusan penyidik Polda NTT dalam menegakkan hukum secara profesional, transparan dan akuntabel,” jelasnya, Senin (11/8/2025).
Menurut Henry Novika Chandra, penyidik sudah memeriksa 43 orang saksi, terdiri dari dua saksi dari Kementrian Perhubungan RI, 10 orang saksi dari Satker LLASDP NTT, delapan saksi dari PT Flobamor, dua saksi dari PT ASDP Ferry Indonesia Cabang Kupang, empat saksi dari Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), tujuh saksi dari PT DKB Cabang Cirebon, Provinsi Jawa Barat, tujuh saksi dari CV Zap Utama Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dan tiga orang saksi dari PT Jotun Indonesia.
Tersangka Agus Suryansyah Ismail (67), merupakan warga Kelurahan Fatubesi, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang, yang menjabat sebagai Dirut PT Flobamor pada tahun 2014.
Duduk Perkara Korupsi Subsidi Kapal PT Flobamor
Dalam kasus ini, penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) disusun staf PT Flobamor yang tidak mengacu pada pedoman perhitungan biaya subsidi pengoperasian kapal penyeberangan perintis TA 2014 yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) hanya menandatangani HPS tersebut dan nilai HPS melebihi ketentuan. Alasannya, PT Flobamor melakukan pekerjaan docking kapal Sirung dan docking kapal Pulau Sabu mendahului kontrak dengan Satker LLASDP NTT dengan mark up harga.
Dalam proses lelang, seharusnya PT Flobamor gugur karena Dokumen Of Compliance (DOC) dan Safety Management Certificate (SMC) telah habis masa berlakunya tanggal 23 April 2014, sehingga tidak memenuhi syarat dan tidak lulus administrasi.
Penyidik menemukan bahwa pekerjaan subsidi angkutan perintis TA 2014 yang dikerjakan PT Flobamor mendahului kontrak dengan Satker LLASDP NTT.
Pekerjaan dilakukan dari 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2014 dan kontrak ditandatangani PPK Satker LLASDP NTT dengan Direktur PT. Flobamor pada 14 Juli 2014.
Lokasi docking kapal Ile Boleng dalam kontrak di PT DKB lCirebon, namun dilakukan di CV ZAP Utama Makassar, dan tidak dilakukan addendum kontrak antara PPK dengan PT Flobamor dan sudah terbayarkan 100 persen sesuai dengan nilai kontrak.
Dalam kasus ini, tersangka dikenakan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsider pasal 3 Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selanjutnya pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut, serta melakukan perbuatan.
Discussion about this post