Kupang, NTTPedia.id – Kejati NTT terus menjalankan mekanisme restoratif justice (RJ) dalam penyelesaian perkara pidana.
Pada Selasa, (19/8/2025) Kejati NTT menggelar ekspose penghentian penuntutan secara virtual di ruang restoratif justice Kejati NTT, pukul 08.00 – 10.00 Wita.
Dalam ekspose ini, disetujui penghentian penuntutan terhadap empat perkara pidana yang diajukan Kejari Alor, Kejari TTU dan Kejari Kota Kupang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Persetujuan diambil setelah seluruh syarat terpenuhi sesuai PERJA Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan SEJAM PIDUM NO. 01/E/EJP/02/2022.
Kejari Alor terdapat dua perkara dengan masing-masing, tersangka Rian Fernandes Oko – Pasal 170 ayat (1) KUHP atau Pasal 406 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Kasus bermula pada 16 Maret 2025 saat saksi Yakob Tapah bersama temannya pulang dari pesta nikah di Kampung Aimloli. Dalam perjalanan, seorang rekannya melempar batu ke tiang listrik sehingga menimbulkan bunyi yang mengganggu.
Mendengar suara tersebut, tersangka Rian Fernandes Oko bersama beberapa rekannya mengejar kelompok saksi hingga ke rumah korban Sarlota Oil. Tersangka lalu melempari rumah korban menggunakan batu, dibantu rekannya.
Akibat perbuatan itu, rumah korban mengalami kerusakan pada satu atap seng, dua kaca jendela kamar, dan satu kaca pintu depan, dengan kerugian sekitar Rp2 juta.
Perkara kedua dengan tersangka Teddy Adriano Beli dan Musa Adipapa Samai – Pasal 170 ayat (1) KUHP atau Pasal 406 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Dalam perkara yang sama, kedua tersangka ikut bergabung bersama Rian Fernandes Oko untuk kembali melempari rumah korban Sarlota Oil. Aksi pelemparan berulang ini kembali menimbulkan kerusakan pada bagian atap seng dan jendela rumah korban.
Kedua perkara ini dihentikan melalui restoratif justice setelah korban menerima permohonan maaf, para tersangka menyesali perbuatannya, serta adanya perdamaian antara kedua belah pihak.
Kejari TTU satu perkara atas nama tersangka Simon Kolo alias Simon – Pasal 351 ayat (1) KUHP. Perkara ini terjadi pada 11 Juni 2025 sekitar pukul 03.00 WITA di Desa Banain A, Kecamatan Bikomi Utara, TTU. Saat sedang melayat, tersangka dan korban yang masih memiliki hubungan saudara sepupu sempat mengonsumsi minuman keras.
Korban berulang kali meminta tembakau kepada tersangka hingga membuat tersangka emosi, lalu memukul wajah korban satu kali hingga mengenai mata sebelah kanan.
Akibatnya, korban mengalami luka memar dan bengkak di kelopak mata sebagaimana hasil Visum Et Repertum RSUD Kefamenanu.
Kasus ini dihentikan karena korban telah memaafkan tersangka, keduanya sepakat berdamai, dan masyarakat memberikan respon positif terhadap perdamaian tersebut.
Kejari Kota Kupang terdapat satu perkara atas nama tersangka Ade Irwan Erikson Tefa – Pasal 351 ayat (1) KUHP. Peristiwa ini terjadi pada 12 Juli 2025 di Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.
Tersangka dan korban yang berstatus pacar terlibat adu mulut terkait kunci kamar kos. Perselisihan berujung pada penganiayaan ringan di mana tersangka memukul bahu korban, menarik rambut, hingga pukulan mengenai bagian mata kiri korban.
Akibat kejadian tersebut, korban mengalami memar pada wajah, luka lecet di punggung, serta bengkak di sekitar mata. Berdasarkan Visum et Repertum RS Bhayangkara Kupang, luka korban dikategorikan akibat kekerasan benda tumpul.
Kasus dihentikan setelah korban dan tersangka berdamai, korban menerima permintaan maaf, serta keduanya sepakat melanjutkan hubungan dengan rencana pernikahan.
Kajati NTT, Zet Tadung Allo menegaskan, penghentian perkara melalui restoratif justice dilakukan secara selektif, humanis dan penuh tanggung jawab.
“Kami memastikan setiap perkara yang dihentikan benar-benar memenuhi syarat restoratif justice sesuai aturan Kejaksaan Agung, serta tidak menimbulkan keresahan atau dampak negatif bagi masyarakat,” ungkapnya, Rabu (20/8/2025).
Menurutnya, setelah bebas para tersangka diwajibkan melakukan kerja sosial berupa membersihkan tempat ibadah dan balai desa, sebagai bentuk pertanggungjawaban moral kepada masyarakat.
Capaian Restoratif Justice di NTT
Hingga pertengahan Agustus 2025, Kejaksaan Tinggi NTT telah menghentikan 50 perkara melalui mekanisme restoratif justice.
Pendekatan ini dipandang lebih humanis, mengutamakan pemulihan hubungan sosial, memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri, dan menghadirkan keadilan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Dengan ekspose ini, Kejati NTT menegaskan kembali komitmennya untuk terus mendorong penyelesaian perkara pidana melalui Restorative Justice yang selektif, akuntabel, dan berpihak pada harmoni sosial.
Ekspose Dipimpin Langsung Jampidum
Ekspose virtual ini dipimpin langsung oleh Undang Mugopal, SESJAMPIDUM sekaligus Plt. Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM).
Hadir pula Asep Nana Mulyana, JAMPIDUM Kejaksaan Agung RI, serta Kajati NTT Zet Tadung Allo, Wakajati NTT Prihatin, Asisten Tindak Pidana Umum Bayu Setyo Pratomo, para Kajari, dan pejabat bidang Pidana Umum se-NTT.
Dalam pemaparannya, masing-masing Kajari menyampaikan alasan penghentian penuntutan dengan pendekatan restoratif justice, termasuk adanya perdamaian, kesepakatan damai, serta jaminan bahwa proses berjalan tanpa transaksi.















