Kupang, NTTPedia.id,- Akademisi Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang,Ricky Ekaputra Foeh, S.Pd. MM, menilai maraknya kasus investasi bodong di Nusa Tenggara Timur (NTT) terjadi karena kombinasi persoalan struktural, sosial, dan rendahnya literasi keuangan. Ia menegaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu menggeser paradigma edukasi dan pengawasan agar lebih efektif menjangkau masyarakat akar rumput.
Menurut Koordinator Program Studi Administrasi Bisnis Undana ini, masyarakat NTT umumnya masih menghadapi keterbatasan ekonomi, minimnya akses informasi keuangan, serta rendahnya literasi digital. Kondisi tersebut membuat warga lebih mudah tergiur oleh tawaran keuntungan besar dalam waktu singkat.
Tradisi gotong-royong dan kepercayaan kuat antaranggota komunitas juga menciptakan tekanan sosial, sehingga banyak warga mengikuti investasi hanya karena teman atau keluarga lebih dulu bergabung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Masalah ini bukan semata soal kemiskinan atau ketidakmampuan, tetapi soal ketimpangan informasi dan tekanan sosial yang dimanfaatkan pelaku,” kata Ricky Foeh ketika dihubungi NTTPedia.id, Senin, 17/11/2025.
Maraknya kasus investasi bodong kata Ricky tidak selalu berarti OJK tidak berfungsi tetapi menunjukkan adanya keterbatasan struktural dalam pengawasan di daerah. NTT memiliki wilayah yang luas dan banyak daerah terpencil, yang sulit dijangkau oleh pengawasan konvensional.
Pelaku investasi bodong kata dia, kini memanfaatkan media sosial, grup percakapan, dan jaringan komunitas lokal sebagai platform yang dinamis dan sulit dipantau dengan metode konvensional.
” Sementara itu, penindakan hukum sering tertinggal karena pelaku menggunakan identitas palsu dan cepat memindahkan operasinya ke platform baru, ” Jelasnya.
Karena itu, Ricky meminta OJK NTT untuk mengganti pendekatan sosialisasi umum menjadi edukasi berbasis komunitas. Menurutnya, pendekatan ini jauh lebih efektif karena langsung menyasar kelompok masyarakat yang paling rentan menjadi korban.
“OJK perlu masuk ke sekolah dan kampus, gereja, masjid, lembaga keagamaan, organisasi kepemudaan, hingga komunitas desa. Sosialisasi tidak cukup lewat media massa, tapi harus dilakukan tatap muka, kolaboratif, dan tepat sasaran,” tegasnya.
Ricky juga mendorong OJK memperkuat kerja sama dengan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat, sekaligus menyediakan kanal pengaduan yang mudah diakses seperti WhatsApp resmi, chatbot, dan layanan verifikasi cepat. “Kolaborasi lokal dan pendekatan humanis akan jauh lebih berdampak ketimbang sekadar imbauan umum,” tambahnya.
Selain itu, ia menekankan perlunya sistem deteksi dini berbasis teknologi untuk memantau pola promosi investasi mencurigakan di media sosial, serta pengembangan layanan keliling OJK guna menjangkau wilayah terpencil.
Di sisi lain, Ricky mengajak masyarakat meningkatkan literasi keuangan dasar, memahami risiko investasi, serta melakukan verifikasi legalitas sebelum bergabung. Ia juga menyarankan agar warga membiasakan diri berdiskusi dengan keluarga atau komunitas sebelum mengambil keputusan, serta menghindari FOMO (fear of missing out) yang sering dimanfaatkan pelaku penipuan.
“Kesadaran kritis masyarakat adalah benteng paling kuat. Jika masyarakat cerdas, maka investasi bodong akan sulit berkembang,” katanya.
Ricky menegaskan bahwa solusi terbaik adalah pendekatan dua arah yaitu OJK memperbaiki strategi edukasi dan pengawasan digital sementara masyarakat meningkatkan literasi dan kewaspadaan. Dengan langkah terpadu ini kata dia, kasus investasi bodong di NTT dapat ditekan secara signifikan.(AP)
Catatan Redaksi
Ricky Ekaputra Foeh adalah dosen dan peneliti pada FISIP Universitas Nusa Cendana. Fokus kajian akademik dan praktik profesionalnya berada pada bidang manajemen organisasi, tata kelola kelembagaan, pengembangan sumber daya manusia, serta reformasi birokrasi. Ia aktif dalam kegiatan pengajaran, penelitian, penulisan ilmiah, dan diskusi publik mengenai isu-isu strategis tata kelola organisasi di sektor pemerintahan maupun swasta.
Dalam kapasitasnya sebagai analis dan pengamat, ia turut memberikan pandangan berbasis riset dan pengalaman lapangan terkait efektivitas struktur organisasi, pembenahan sistem kerja, optimalisasi kompetensi SDM, serta strategi peningkatan kinerja lembaga. Pendekatannya menekankan efektivitas implementatif: kebijakan yang dapat dijalankan, terukur dampaknya, dan relevan dengan dinamika sosial-institusional di daerah maupun nasional.















